Mengelola Kelas Dengan Efektif
Guru yang telah memiliki jam mengajar cukup lama tidak banyak
mengalami kesulitan dalam mengelola kelas waktu berlangsungnya proses
pembelajaran. Berbeda dengan guru baru yang belum memiliki jam mengajar yang
banyak. Kebanyakan diantara mereka masih mencari bentuk atau pola dengan
mencontoh gurunya yang mereka sukai pada waktu mengajar. Tidak terlintas
dibenaknya bahwa yang dihadapi ini bukan dirinya pada waktu dahulu. Akibatnya
proses interaksi belajar mengajar yang dikembangkan terkesan foto copy dari
cara gurunya mengajar pada masa lalu.
Pola berfikir demikian ini banyak terjadi, terutama guru yang
memiliki pengetahuan dedaktik-metodik pengajaran yang minim. Pada
lembaga-lembaga kursus peluang terjadi serupa ini sangat besar, karena para
instrukturnya kebanyakan tidak memiliki latar belakang pendidikan atau
pengalaman pengelolaan kelas sesuai dengan asas dedaktik. Akhirnya proses
interaksi belajar-mengajar yang dikembangkan penuh sesak dengan transfer
pengetahuan, minim transfer keperibadian. Akibat lanjut kelas menjadi tempat
penuangan bejana, bukan tempat berinteraksi.
Jika hal tersebut dilihat dari konsep bisnis, tidak menimbulkan
persoalan, karena kelas dipandang sebagai medan pertemuan antara yang sama-sama
membutuhkan. Siswa membutuhkan penguasaan ilmu sebanyak-banyaknya dalam tempo
sesingkat-singkatnya. Sedangkan instruktur membutuhkan imbalan materi
sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Persoalan akan menjadi berbeda jika dilihat dari hakekat
pembelajaran. Apabila tujuan kelembagaan yang kita bangun bertujuan untuk
pengajaran, maka pengelolaan kelas secara substansial dengan aspek bisnis benar
adanya; namun jika tujuan kelembagaan yang kita bangun bertujuan untuk pendidikan,
maka tidak begitu tepat. Filosofi ini juga yang akan mendasari bagaimana
manajemen pengelolaan kelas dibentuk atau dikembangkan.
Namun demikian ada sejumlah rambu-rambu umum yang dapat dijadikan acuan baik pada konsep pengajaran maupun pendidikan:
Namun demikian ada sejumlah rambu-rambu umum yang dapat dijadikan acuan baik pada konsep pengajaran maupun pendidikan:
1. Kelas dikelola dengan pola ”semua
keperluan”.
Maksudnya bahwa kelas di seting sedemikian rupa untuk dapat melayani semua kepeluan dari para pengguna kelas. Model kelas serupa ini banyak dijumpai pada tempat pendidikan negara-negara berkembang. Kelas seolah ”ruang swalayan”atau one stop service, semua keperluan untuk guru dan murid ada di sana. Kelas seperti ini jika diperuntukkan kelas lembaga kursus memang menjadi idaman bagi para muridnya, karena merasa dimanjakan untuk mendapatkan pelayanan. Bahkan konsep pelayanan prima sering disalahartikan bahwa kelas serupa inilah yang ideal. Jika konsep ruang kelas sebagai proses pendidikan, maka tidak semua kepentingan guru dan murid harus ada di sana. India salah satu negara yang menganut paham ruang kelas adalah ruang penyelenggaraan pendidikan mandiri. Oleh sebab itu keperluan-keperluan pribadi murid tidak selamanya ada dan tersedia di kelas.
Maksudnya bahwa kelas di seting sedemikian rupa untuk dapat melayani semua kepeluan dari para pengguna kelas. Model kelas serupa ini banyak dijumpai pada tempat pendidikan negara-negara berkembang. Kelas seolah ”ruang swalayan”atau one stop service, semua keperluan untuk guru dan murid ada di sana. Kelas seperti ini jika diperuntukkan kelas lembaga kursus memang menjadi idaman bagi para muridnya, karena merasa dimanjakan untuk mendapatkan pelayanan. Bahkan konsep pelayanan prima sering disalahartikan bahwa kelas serupa inilah yang ideal. Jika konsep ruang kelas sebagai proses pendidikan, maka tidak semua kepentingan guru dan murid harus ada di sana. India salah satu negara yang menganut paham ruang kelas adalah ruang penyelenggaraan pendidikan mandiri. Oleh sebab itu keperluan-keperluan pribadi murid tidak selamanya ada dan tersedia di kelas.
2. Pencahayaan dan Kebisingan
Kedua hal di atas pada akhir-akhir ini sering diabaikan oleh pengelola sekolah dalam menata kelas sebagai tempat belajar. Banyak tempat-tempat pendidikan pencahayaan ruang tidak menjadi prioritas. Di samping aspek cahaya juga aspek sirkulasi udara. Akibatnya para siswa yang belajar cepat merasa lelah karena pengaruh dari pendengaran dan penglihatan.
Hambatan-hambatan fisik serupa ini banyak sekali terjadi di kota-kota besar, akibatnya kita sering melihat pelajar begitu selesai jam belajar, tampak di raut wajahnya tanda-tanda kelelahan yang begitu penat. Hal ini di samping beban pelajaran yang diperoleh, juga karena faktor sanitasi lingkungan kelas yang tidak mendukung. Akibatnya semua itu menumpuk pada diri siswa sebagai peserta didik. Akibat lanjut dapat dibayangkan bagaimana lelahnya para siswa, dan ini tampak pada raut wajah mereka masing-masing pada saat selesai proses pembelajaran.
Kelelahan ini semakin menjadi-jadi jika beban pembelajaran tidak sebanding dengan kemampuan tubuh menerima tekanan akibat dari ketidak sehatan lingkungan.
Kondisi lingkungan yang ideal memang sulit diperoleh di daerah kota-kota besar, akan tetapi paling tidak ada upaya teknologi yang dapat dilakukan agar dampak dari lingkungan dalam arti fisik dapat dikurangi resikonya. Sebagai contoh untuk mengurangi tingkat kebisingan suara pada kelas tertentu dapat digunakan dinding peredam, atau gerahnya suatu ruang dapat ditanggulangi dengan pemasangan AC, dlsbnya. Tampaknya aspek teknologi menjadi hal yang penting sebagai jalan keluar untuk menghadapi tantangan alam.
Kedua hal di atas pada akhir-akhir ini sering diabaikan oleh pengelola sekolah dalam menata kelas sebagai tempat belajar. Banyak tempat-tempat pendidikan pencahayaan ruang tidak menjadi prioritas. Di samping aspek cahaya juga aspek sirkulasi udara. Akibatnya para siswa yang belajar cepat merasa lelah karena pengaruh dari pendengaran dan penglihatan.
Hambatan-hambatan fisik serupa ini banyak sekali terjadi di kota-kota besar, akibatnya kita sering melihat pelajar begitu selesai jam belajar, tampak di raut wajahnya tanda-tanda kelelahan yang begitu penat. Hal ini di samping beban pelajaran yang diperoleh, juga karena faktor sanitasi lingkungan kelas yang tidak mendukung. Akibatnya semua itu menumpuk pada diri siswa sebagai peserta didik. Akibat lanjut dapat dibayangkan bagaimana lelahnya para siswa, dan ini tampak pada raut wajah mereka masing-masing pada saat selesai proses pembelajaran.
Kelelahan ini semakin menjadi-jadi jika beban pembelajaran tidak sebanding dengan kemampuan tubuh menerima tekanan akibat dari ketidak sehatan lingkungan.
Kondisi lingkungan yang ideal memang sulit diperoleh di daerah kota-kota besar, akan tetapi paling tidak ada upaya teknologi yang dapat dilakukan agar dampak dari lingkungan dalam arti fisik dapat dikurangi resikonya. Sebagai contoh untuk mengurangi tingkat kebisingan suara pada kelas tertentu dapat digunakan dinding peredam, atau gerahnya suatu ruang dapat ditanggulangi dengan pemasangan AC, dlsbnya. Tampaknya aspek teknologi menjadi hal yang penting sebagai jalan keluar untuk menghadapi tantangan alam.
3. Tata letak pengaturan kursi
Jarak antara kursi satu dengan kursi untuk siswa tidak ada aturan baku, hanya pada konsep psikologi sosial disinggung bahwa setiap manusia memiliki teritori atau wilayah pribadi. Beberapa penelitian yang dilakukan Morgan (1970) ditemukan bahwa orang merasa aman jika wilayah sekitarnya memiliki jarak lingkar sekitar 0,5 s/d 1,00 m. Sedangkan jika lebih dari itu mereka akan merasa tersingkirkan dari lingkungan.
Berdasarkan itu kita harus berhati-hati dalam menyusun kursi. Kita harus mengetahui susunan kursi itu untuk keperluan apa. Jika untuk kepentingan belajar, maka wilayah privacy harus diciptakan, sebab banyak diantara siswa merasa tidak nyaman karena tidak memiliki wilayah privacy. Sebaliknya jika itu untuk diskusi, maka jarak antar kursi harus sedikit rapat guna memudahkan mereka membangun wilayah bersama.
Oleh sebab itu tempat belajar ideal bagi siswa ialah apabila tempat duduk mereka dapat dengan mudah dipindahkan sesuai kebutuhan. Cara ini memang sudah banyak dilakukan di tempat-tempat belajar, akan tetapi untuk kelas permanen seperti sekolah sangat berbeda dibandingkan dengan tempat kursus. Tempat kursus lebih leluasa dalam mengatur tempat duduk, karena itu kita harus memahami jika tempat kursus akan mendapat perhatian dari pelanggan, penyusunan kursi merupakan skala prioritas yang harus tetap diperhatikan dan mampu menarik minat pelanggan.
Jarak antara kursi satu dengan kursi untuk siswa tidak ada aturan baku, hanya pada konsep psikologi sosial disinggung bahwa setiap manusia memiliki teritori atau wilayah pribadi. Beberapa penelitian yang dilakukan Morgan (1970) ditemukan bahwa orang merasa aman jika wilayah sekitarnya memiliki jarak lingkar sekitar 0,5 s/d 1,00 m. Sedangkan jika lebih dari itu mereka akan merasa tersingkirkan dari lingkungan.
Berdasarkan itu kita harus berhati-hati dalam menyusun kursi. Kita harus mengetahui susunan kursi itu untuk keperluan apa. Jika untuk kepentingan belajar, maka wilayah privacy harus diciptakan, sebab banyak diantara siswa merasa tidak nyaman karena tidak memiliki wilayah privacy. Sebaliknya jika itu untuk diskusi, maka jarak antar kursi harus sedikit rapat guna memudahkan mereka membangun wilayah bersama.
Oleh sebab itu tempat belajar ideal bagi siswa ialah apabila tempat duduk mereka dapat dengan mudah dipindahkan sesuai kebutuhan. Cara ini memang sudah banyak dilakukan di tempat-tempat belajar, akan tetapi untuk kelas permanen seperti sekolah sangat berbeda dibandingkan dengan tempat kursus. Tempat kursus lebih leluasa dalam mengatur tempat duduk, karena itu kita harus memahami jika tempat kursus akan mendapat perhatian dari pelanggan, penyusunan kursi merupakan skala prioritas yang harus tetap diperhatikan dan mampu menarik minat pelanggan.
4. Dinding dan Papan Tulis
Dinding dimaksud dalam hal ini adalah warna dinding ruang belajar atau kelas. Banyak penelitian menyatakan bahwa warna ini mempengaruhi kondisi psikologis dari orang yang berada di ruangan tersebut. Untuk kelas belajar sangat disarankan warna yang dipilih adalah lembut, bukan cerah atau gelap.
Sedangkan papab tulis yang digunakan harus kontras karena akan mempengaruhi hasil tulisan. Adapun beberapa jenis papan ajuran yang seyogyanya ada pada lembaga pendidikan adalah:
Dinding dimaksud dalam hal ini adalah warna dinding ruang belajar atau kelas. Banyak penelitian menyatakan bahwa warna ini mempengaruhi kondisi psikologis dari orang yang berada di ruangan tersebut. Untuk kelas belajar sangat disarankan warna yang dipilih adalah lembut, bukan cerah atau gelap.
Sedangkan papab tulis yang digunakan harus kontras karena akan mempengaruhi hasil tulisan. Adapun beberapa jenis papan ajuran yang seyogyanya ada pada lembaga pendidikan adalah:
1.Papan
tulis
2.Papan putih
3.Papan magnetik
4.Papan Flip
5.Papan Pameran
6.Papan Flanel
7.Papan Gulung
8.Papan Slip
9.Papan Elektronik
2.Papan putih
3.Papan magnetik
4.Papan Flip
5.Papan Pameran
6.Papan Flanel
7.Papan Gulung
8.Papan Slip
9.Papan Elektronik
Papan
di atas dapat diadakan sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran didalam
kelas. Namun perlu diingat keberadaan papan tersebut haruslah sesuai dengan
fungsi. Amat tidak bijak apabila kita membentang semua papan itu di dalam ruang
kelas, karena di samping mempersempit ruang juga mengganggu pemandangan.
5. Lantai ruang
Lantai ruang dimaksud adalah lantai ruang belajar yang digunakan untuk proses pembelajaran. Ada sebagaian pendapat ruang belajar harus ditutup karpet, ada sebagian yang berpendapat tidak harus. Pendapat ini tidak perlu dipertentangkan karena kedua hal ini tidak berkait langsung dengan proses belajar. Hanya yang dipentingkan adalah kenyamanan yang tercipta karena warna lantai. Beberapa penelitian menemukan bahwa warna lantai akan lebih banyak mempengaruhi pandangan jika kursi yang dipakai adalah model kursi kuliah. Sedangkan jika tempat duduk dilengkapi meja, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh pada pandangan mata. Informasi lain menunjukkan bahwa warna dasar lantai cerah lebih berpeluang meimbulkan rasa segar pada pandangan dibandingkan dengan warna gelap. Untuk ini alangkah bijaksananya jika kita ingin membangun ruang belajar berkonsultasi terlebih dahulu pada ahlinya.
Jadi, dapat dikatakan bahwa tempat bekerja, areal kerja, suasana kelas sangat tergantung pada ukuran dan bentuk, serta bagaimana bagian-bagian ruang itu digunakan; termasuk didalamnya:
Lantai ruang dimaksud adalah lantai ruang belajar yang digunakan untuk proses pembelajaran. Ada sebagaian pendapat ruang belajar harus ditutup karpet, ada sebagian yang berpendapat tidak harus. Pendapat ini tidak perlu dipertentangkan karena kedua hal ini tidak berkait langsung dengan proses belajar. Hanya yang dipentingkan adalah kenyamanan yang tercipta karena warna lantai. Beberapa penelitian menemukan bahwa warna lantai akan lebih banyak mempengaruhi pandangan jika kursi yang dipakai adalah model kursi kuliah. Sedangkan jika tempat duduk dilengkapi meja, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh pada pandangan mata. Informasi lain menunjukkan bahwa warna dasar lantai cerah lebih berpeluang meimbulkan rasa segar pada pandangan dibandingkan dengan warna gelap. Untuk ini alangkah bijaksananya jika kita ingin membangun ruang belajar berkonsultasi terlebih dahulu pada ahlinya.
Jadi, dapat dikatakan bahwa tempat bekerja, areal kerja, suasana kelas sangat tergantung pada ukuran dan bentuk, serta bagaimana bagian-bagian ruang itu digunakan; termasuk didalamnya:
1. Pengaturan
meja guru, lemari penyimpan dokumen, proyektor OHP dll
Maksudnya ialah ketiga sarana tadi harus dalam posisi yang berdekatan agar mudah dijangkau oleh guru dalam mengembangkan interaksi pembelajaran bersama siswa. Tidak ada yang baku untuk meletakkan benda-benda ini. Apakah harus di posisi depan, samping atau belakang kelas.
Maksudnya ialah ketiga sarana tadi harus dalam posisi yang berdekatan agar mudah dijangkau oleh guru dalam mengembangkan interaksi pembelajaran bersama siswa. Tidak ada yang baku untuk meletakkan benda-benda ini. Apakah harus di posisi depan, samping atau belakang kelas.
2. Lemari Buku
Maksudnya ialah bahwa diruang belajar sebaiknya tersedia lemari buku, Lamari ini berfungsi baik untuk siswa atau untuk guru. Tata letak tidak ada ketentuan yang baku, hanya aspek estetika dan kepraktisan perlu diperhatikan. Namun demikian untuk menjaga suasana kelas agar tetap asri hingga menimbulkan suasana belajar yang kondusif, peletakan lemari buku juga perlu diperhatikan.
Perlengkapan yang dapat dimasukkan ke dalam lemari buku ini adalah di samping buku ajar, juga alat-alat pendukung pembelajaran lainnya (OHP, LCD dll). Termasuk hasil tugas siswa yang belum diambil, sehingga tidak ada alasan proses pembelajaran tidak berjalan karena tidak ada peralatan.
Setelah kita memahami kelas sebagai sarana atau tempat proses belajar, persoalan lebih lanjut ialah bagaimana mengelola kelas itu agar didalamnya terjadi proses pembelajaran. Untuk itu kita dapat mengenal beberapa model dalam pengelolaannya:
Maksudnya ialah bahwa diruang belajar sebaiknya tersedia lemari buku, Lamari ini berfungsi baik untuk siswa atau untuk guru. Tata letak tidak ada ketentuan yang baku, hanya aspek estetika dan kepraktisan perlu diperhatikan. Namun demikian untuk menjaga suasana kelas agar tetap asri hingga menimbulkan suasana belajar yang kondusif, peletakan lemari buku juga perlu diperhatikan.
Perlengkapan yang dapat dimasukkan ke dalam lemari buku ini adalah di samping buku ajar, juga alat-alat pendukung pembelajaran lainnya (OHP, LCD dll). Termasuk hasil tugas siswa yang belum diambil, sehingga tidak ada alasan proses pembelajaran tidak berjalan karena tidak ada peralatan.
Setelah kita memahami kelas sebagai sarana atau tempat proses belajar, persoalan lebih lanjut ialah bagaimana mengelola kelas itu agar didalamnya terjadi proses pembelajaran. Untuk itu kita dapat mengenal beberapa model dalam pengelolaannya:
a.Model
Interaksi Sosial
Model ini menekankan pada hubungan antarpeserta didik, peserta didik dengan guru/fasilitator, antara peserta didik dengan alam sekitar. Metode belajar yang paling utama dalam pendekatan ini antara lain diskusi, problem solving, metode simulasi, bekerja kelompok, dan metode lain yang berhubungan dengan berkembangnya hubungan sosial siswa.
Model ini menekankan pada hubungan antarpeserta didik, peserta didik dengan guru/fasilitator, antara peserta didik dengan alam sekitar. Metode belajar yang paling utama dalam pendekatan ini antara lain diskusi, problem solving, metode simulasi, bekerja kelompok, dan metode lain yang berhubungan dengan berkembangnya hubungan sosial siswa.
b.Model
Pembelajaran Alam Sekitar
Model ini menekankan pada bahwa peserta didik dalam mempelajari sesuatu harus melihat langsung, atau merasakan langsung apa yang dipelajari. Minimal bahan yang menjadi topik pengajaran harus yang dirasakan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Model ini menekankan pada bahwa peserta didik dalam mempelajari sesuatu harus melihat langsung, atau merasakan langsung apa yang dipelajari. Minimal bahan yang menjadi topik pengajaran harus yang dirasakan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
c.Model
Pembelajaran Pusat Perhatian
Model ini berprinsip bahwa peseerta didik harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan dipersiapkan dalam msyarakat, anak harus diarahkan kepada pembentukan individu dan anggota masyarakat. Oleh sebab itu peserta didik harus mengenal dirinya sendiri seperti hasrat dan cita-citanya, kemudian pengetahuan tentang dunianya seperti lingkungannya dan tempat hidup di hari depannya
Model ini berprinsip bahwa peseerta didik harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan dipersiapkan dalam msyarakat, anak harus diarahkan kepada pembentukan individu dan anggota masyarakat. Oleh sebab itu peserta didik harus mengenal dirinya sendiri seperti hasrat dan cita-citanya, kemudian pengetahuan tentang dunianya seperti lingkungannya dan tempat hidup di hari depannya
d.Model
Pembelajaran Sekolah Kerja
Model ini berprinsip bahwa pendidikan itu tidak hanya untuk kepentingan individu, tetapi juga demi kepentingan masyarakat; dengan kata lain sekolah memiliki kewajiban (1) mempersiapkan tiap peserta didik untuk berkerja pada lapangan tertentu (2) tiap peserta didik wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara (3) untuk mewujudkan kedua hal tadi peserta didik wajib menjaga keselamatan negara.
Model ini berprinsip bahwa pendidikan itu tidak hanya untuk kepentingan individu, tetapi juga demi kepentingan masyarakat; dengan kata lain sekolah memiliki kewajiban (1) mempersiapkan tiap peserta didik untuk berkerja pada lapangan tertentu (2) tiap peserta didik wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara (3) untuk mewujudkan kedua hal tadi peserta didik wajib menjaga keselamatan negara.
e.
Model Pembelajaran Individual
Model pembelajaran ini didisain untk pembelajaran mandiri. Bentuk bentuk pembelajaran ini antara lain pola pembelajaran modul. Penekanan pada model pembelajaran individual adalah pada komitmen antara guru dan peserta didik.
Model pembelajaran ini didisain untk pembelajaran mandiri. Bentuk bentuk pembelajaran ini antara lain pola pembelajaran modul. Penekanan pada model pembelajaran individual adalah pada komitmen antara guru dan peserta didik.
f.Model
Pembelajaran Klasikal
Model pembelajaran klasikal dikenal model yang paling efisien. Pembelajaran secara klasikal ini memberikan arti bahwa seorang guru melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu: mengelola kelas dan mengelola pembelajaran.
Pada prinsipnya semua model di atas adalah merupakan arahan kepada penyelenggara pendidikan bahwa lembaganya dalam melaksanakan program pendidikannya mengambil model yang mana.
Model pembelajaran klasikal dikenal model yang paling efisien. Pembelajaran secara klasikal ini memberikan arti bahwa seorang guru melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu: mengelola kelas dan mengelola pembelajaran.
Pada prinsipnya semua model di atas adalah merupakan arahan kepada penyelenggara pendidikan bahwa lembaganya dalam melaksanakan program pendidikannya mengambil model yang mana.
#PembelajaranPKN #PakDirgantaraWicaksono, M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar